Kepala Sekolah Wajib Punya Kemampuan Jejaring Yang Handal
Kemampuan Jejaring Kepala Sekolah Diperlukan untuk Penguatan Pendidikan Karakter
“Sumber mencar ilmu bagi siswa itu bermacam-macam melalui dukungan masyarakat, menyerupai orang tua, pegiat seni, komite sekolah, forum pemerintah. Untuk itu, kepala sekolah harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya semua sumber mencar ilmu tersebut,” terang Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (SAM) Bidang Pembangunan Karakter, Arie Budhiman, usai membuka Sosialisasi Penguatan Pendidikan Karakter, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (7/11/2016).
Kemudian, para kepala sekolah diharapkan bisa membangun jejaring pihak-pihak ini secara holistik dan terintegrasi. Harapannya, akseptor didik bukan hanya mencar ilmu Pendidikan Karakter di dalam kelas tapi juga di luar kelas. Terdapat lima nilai yang menjadi acuan utama dari Sosialisasi Penguatan Pendidikan Karakter yang diangkat, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Nantinya, lima nilai utama ini akan diturunkan ke dalam nilai-nilai pendidikan karakter yang diharapkan siswa di tiap-tiap sekolah.
Arie Budhiman menjelaskan, kelima nilai itu merupakan kristalisasi dari karakter-karakter yang mengakar bagi bangsa Indonesia. Pada nilai religius, kita melihat pada aspek Negara Indonesia sebagai negara berkeTuhan-an Yang Maha Esa, tentu abjad religius harus ada. Kemudian, nilai itu akan diturunkan menjadi saling menghargai, toleransi antar umat beragama, berakhlak dan moral yang tinggi. Kedua, nilai nasionalisme mengacu pada corak keberagaman yang dimiliki, sehingga nasionalisme sangat penting. “Nanti, turunannya itu ialah gembira dan cinta dengan bangsanya, ulet membela negara, menyayangi dan memahami keberagaman itu di dalam bingkai kesatuan,” jelasnya.
Ketiga, nilai kemandirian mengacu kepada kesadaran pentingnya menjadi berdikari untuk generasi penerus bangsa, yaitu bagaimana menjadi tangguh, dan mempunyai daya juang tinggi. Keempat, nilai bahu-membahu yang mengacu kepada saling tolong menolong sebagai bangsa Indonesia. Terakhir, kelima, nilai integritas yang menitikberatkan kepada kejujuran.
Penjenamaan (Branding) Sekolah
Pemateri Indarti Suhadisi berpendapat, kesadaran kepala sekolah untuk memperkuat Pendidikan Karakter sudah secara kentara dilakukan, bahkan ada juga kepala sekolah yang mau berinovasi dengan mengintegrasikan pendidikan karakter dengan branding sekolahnya.
“Disini, para kepala sekolah sudah banyak yang terbuka, dan berinovasi untuk mengintegrasikan pendidikan karakter di sekolah. Bahkan, terdapat beberapa sekolah mengintegrasikan pendidikan karakter dengan branding sekolah yang ujungnya sanggup meningkatkan daya tarik sekolah itu sendiri,” ujarnya, ketika Sesi Manajemen Sekolah, Senin (7/11/2016).
Menurutnya, branding di tiap-tiap sekolah sebuah kenyataan, dan penguatan sangat perlu untuk realisasi branding. Melalui branding, lanjutnya, terdapat perjuangan dari kepala sekolah untuk mewujudkan kualitas sekolah menurut branding yang diusungnya. Selanjutnya, partisipasi dari masyarakat, khususnya orang bau tanah menjadi luar biasa untuk membantu pendidikan. Branding sekolah merupakan sebuah keunikan yang dimiliki masing-masing sekolah. Dengan branding yang dimiliki, sekolah mempunyai kelebihan tersendiri dan mempunyai nilai tawar bagi para orang bau tanah yang hendak menyekolahkan anak-anaknya. Tanpa disadari, branding di beberapa sekolah bekerjsama sudah terbentuk atau terpateri di benak masyarakat.
“Itu menyerupai ada orang bau tanah yang sebutkan sekolah A ialah sekolah favorit, sekolah unggulan, itulah branding,” jelasnya. Hanya saja, istilah branding itu gres mulai digunakan belakangan sebab meminjam dari istilah dunia industri. Tapi branding di sekolah itu lebih kepada penyadaran untuk peningkatan kualitas sekolah, khususnya pendidikan karakter yang dimiliki.
Contohnya, pengajaran abjad ulet dan tangguh sebagai turunan dari berdikari akan berbeda antara sekolah di Jakarta, dengan sekolah di pedesaan. Nanti, sekolah di pedesaan akan menekankan dengan kearifan lokal pertaniannya, menyesuaikan dengan kebutuhan siswa-siswa disana. Untuk itu, setiap sekolah akan mempunyai ciri khas berbeda satu dengan yang lain. Inilah bentuk branding sekolah tadi.
Menurut Anna J. Pangke, Kepala SDN 2 (Kepsek SDN) Amurang Sulawesi Selatan menjelaskan branding sekolah sangat mempengaruhi arah kualitas dari suatu sekolah. Dia mencontohkan, pada sekolahnya, ia bersama dengan rekan guru dan tenaga kependidikan memutuskan untuk memperlihatkan branding Berdikari bagi sekolahnya. Bukan tanpa alasan, pemilihan branding sebab seringnya sekolah tersebut tidak diperhatikan fasilitasnya oleh Pemerintah Daerah.
Walaupun begitu, Kepsek Anna tetap intens menghimbau para guru dan tenaga kependidikan untuk berkomunikasi dengan pihak orang tua. “Kami tetap rajin berkomunikasi melalui buku kiprah siswa, ataupun melalui telepon, dan komunikasi intens itu menerima respon positif dari mereka,” jelasnya.
Kemudian, terdapat bermacam-macam derma orang bau tanah yang diberikan ke sekolah untuk membantu kegiatan mencar ilmu mengajar. “Itu seringkali sumbangan dari orang bau tanah diberikan belakang layar kepada kami, menyerupai ketika kami mengajak siswa untuk melaksanakan kunjungan budaya mutu, ada orang bau tanah yang berikan amplop kepada guru,” jelasnya. Melalui hasil rembukan pihak sekolah, lanjut kepsek Anna, kami pun mengalokasikan untuk keperluan budaya mutu, dan kami sampaikan secara transparan kepada pihak orang tua.
Sedangkan, Purwanto, Kepala SMP Negeri 1 Bontang, Kalimantan Timur, mengungkapkan, pemberian branding sekolah tidak melulu berupa pencapaian prestasi akademik, bisa juga melalui keunggulan pembangunan abjad yang dimiliki. “Kami mencoba untuk membranding dengan BISA (Bersih Indah Sehat dan Aman), dan kami beri bukti dalam prestasi, tapi juga kami mengikuti kegiatan pembangunan karakter, melalui peduli terhadap lingkungan dengan tidak sembarangan membuang sampah, ternyata kami bisa menerima prestasi sekolah sehat hingga taraf provinsi,” urainya.
Welfin, Kepala SDN 1 Limboto, Gorontalo menjelaskan komunikasi intensif antara guru dengan orang bau tanah penting terutama bekerjasama dengan pencapaian aktivitas sekolah. “Kami selalu berkomunikasi terlebih dahulu mengenai sasaran pencapaian kami tiap tahun untuk masing-masing kelas, kemudian para orang bau tanah tersebut yang berinisiatif untuk bergotong royong,” ujarnya. Dia mencontohkan, ketika kepala sekolah yang pernah mengenyam kursus singkat di Jepang ini memaparkan mengenai kebutuhan toilet siswa di dalam kelas semoga lebih berkonsentrasi belajar, tidak hilir pulang kampung keluar masuk kelas. “Kami paparkan alasannya, rinciannya, para orang bau tanah itu yang bentuk paguyuban merealisasikan toilet kelas tersebut, akhirnya tiap-tiap ruang kelas sudah mempunyai toilet, hasil sumbangan dari para orangtua,” jelasnya.
Namun, seringkali kerja sama sekolah dengan orang bau tanah terkendala dengan keberadaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) wacana pelarangan sumbangan dan pungutan di sekolah. “Pernah kami terapkan menyerupai itu, kami jelaskan aktivitas sekolah, pihak orang bau tanah mendukung, tapi penolakan justru tiba dari masyarakat umum,” papar Marwiyah Paputungan, Kepala Sekolah SDN 1 Motoboi Kecil, Sulawesi Utara.
Ketika itu, lanjut Marwiyah, ada kompetisi olah raga di sekolah kami, dan kami mengusulkan orang bau tanah untuk berpartisipasi pada kompetisi itu. Kemudian, ada orang bau tanah siswa kami yang membawakan tanaman untuk menghiasi lapangan sekolah. Saat acara, ada tamu dari kalangan wartawan dan bertanya mengenai kehadiran tanaman di lapangan sekolah, sebab bawah umur kami cenderung polos, mengakui itu tanaman sebagai pemberian salah seorang orang bau tanah siswa. “Itu sempat ramai wartawan bolak balik mendatangi sekolah kami, penjelasan mengenai pungutan dan sumbangan dari orang tua,” terang Marwiyah.
Permendikbud wacana Pelarangan Terhadap Sumbangan dan Pungutan dari Orang Tua masih menjadi hambatan bagi kepala sekolah menerapkan pengelolaan partisipasi masyarakat. “Ada juga pihak-pihak yang tidak menyetujui pemberian sumbangan oleh orang tua, sebab adanya larangan pungutan dan sumbangan,” tutur Marwiyah Paputungan, Kepala Sekolah SDN 1 Motoboi Kecil, Sulawesi Utara.
Menurut Indarti, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan sekolah menjadi kunci dari keterlibatan partisipasi masyarakat terhadap aktivitas sekolah. “Ketika sudah banyak masyarakat yang tanggap terhadap aktivitas sekolah, kepala sekolah tetap perlu pembekalan akuntabilitas pengelolaan keuangan, sebab kebanyakan wujud partisipasi masyarakat, khususnya orang bau tanah berupa materi,” tuntasnya.
0 Response to "Kepala Sekolah Wajib Punya Kemampuan Jejaring Yang Handal"
Posting Komentar