Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pdf

Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah pdf Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah pdf

Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah pdf







KATA SAMBUTAN

Keterampilan membaca berperan penting dalam kehidupan kita sebab pengetahuan diperoleh melalui membaca. Oleh sebab itu, keterampilan ini harus dikuasai akseptor didik dengan baik semenjak dini.


Dalam konteks internasional, pemahaman membaca tingkat sekolah dasar (kelas IV) diuji oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA-the International Association for the Evaluation of Educational Achievement) dalam Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) yang dilakukan setiap lima tahun (sejak tahun 2001). Selain itu, PIRLS berkolaborasi dengan Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) menguji kemampuan matematika dan sains akseptor didik semenjak tahun 2011. Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca akseptor didik (selain matematika dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA).


Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara akseptor dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 memperlihatkan akseptor didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 memperlihatkan akseptor didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor rata- rata OECD 496) (OECD, 2013). Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, memperlihatkan bahwa kompetensi akseptor didik Indonesia tergolong rendah.

Rendahnya keterampilan tersebut menerangkan bahwa proses pendidikan belum membuatkan kompetensi dan minat akseptor didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menyebabkan semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Untuk membuatkan sekolah sebagai organisasi pembelajaran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuatkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS yaitu upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah (guru, akseptor didik, orang tua/wali murid) dan masyarakat, sebagai pecahan dari ekosistem pendidikan.

GLS memperkuat gerakan penumbuhan akal pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu acara di dalam gerakan tersebut yaitu “kegiatan 15 menit membaca buku nonpelajaran sebelum waktu berguru dimulai”. Kegiatan ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca akseptor didik serta meningkatkan keterampilan membaca supaya pengetahuan sanggup dikuasai secara lebih baik. Materi baca berisi nilai-nilai akal pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang disampaikan sesuai tahap perkembangan akseptor didik.

Terobosan penting ini hendaknya melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan, mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga satuan pendidikan. Pelibatan orang bau tanah akseptor didik dan masyarakat juga menjadi komponen penting dalam GLS.

Desain Induk ini disusun guna memberi kode strategis bagi acara literasi di lingkungan satuan pendidikan dasar dan menengah. Pelaksanaan GLS akan melibatkan unit kerja terkait di Kemendikbud dan juga pihak-pihak lain yang peduli terhadap pentingnya literasi. Kerja sama semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan sangat dibutuhkan untuk melaksanakan gerakan bersama yang terintegrasi dan efektif.

Berikut yaitu tautan Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah pdf:



Berikut yaitu kutipan dari isi buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah tersebut:

A. Latar Belakang

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Capaian ini bahwasanya memperlihatkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian kemelekhurufan. Meskipun demikian, tantangan yang ketika ini dihadapi yaitu rendahnya minat baca. Selain ketersediaan buku di seluruh Indonesia belum memadai, pemerintah juga menghadapi rendahnya motivasi membaca di kalangan akseptor didik. Hal ini memprihatinkan sebab di kurun teknologi informasi, akseptor didik dituntut untuk mempunyai kemampuan membaca dalam pengertian memahami teks secara analitis, kritis, dan reflektif.
Masyarakat global dituntut untuk sanggup mengadaptasi kemajuan teknologi dan keterbaruan/kekinian. Deklarasi Praha (Unesco, 2003) mencanangkan pentingnya literasi informasi (information literacy), yaitu kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, dan mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan kehidupan eksklusif dan sosialnya.
Dalam kurun global ini, literasi informasi menjadi penting. Deklarasi Alexandria pada tahun 2005 (sebagaimana dirilis dalam www.unesco.org) menjelaskan bahwa literasi informasi adalah:

“kemampuan untuk melaksanakan administrasi pengetahuan dan kemampuan untuk berguru terus-menerus. Literasi informasi merupakan kemampuan untuk menyadari kebutuhan informasi dan ketika informasi diperlukan, mengidentifikasi dan menemukan lokasi informasi yang diperlukan, mengevaluasi informasi secara kritis, mengorganisasikan dan mengintegrasikan informasi ke dalam pengetahuan yang sudah ada, memanfaatkan serta mengkomunikasikannya secara efektif, legal, dan etis.”
Kebutuhan literasi di kurun global ini menuntut pemerintah untuk menyediakan dan memfasilitasi sistem dan pelayanan pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta adat mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang- undang. ” Ayat ini menegaskan bahwa jadwal literasi juga meliputi upaya membuatkan potensi kemanusiaan yang meliputi kecerdasan intelektual, emosi, bahasa, estetika, sosial, spiritual, dengan daya pembiasaan terhadap perkembangan arus teknologi dan informasi. Upaya ini sejalan dengan falsafah yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa pendidikan harus melibatkan semua komponen masyarakat (keluarga, pendidik profesional, pemerintah, dll.) dalam membina, menginspirasi/memberi contoh, memberi semangat, dan mendorong perkembangan anak.
Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana akseptor didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di dingklik sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan akseptor didik, baik di rumah maupun di lingkungan sekitarnya.
Sayangnya, hasil tes Progress International Reading Literacy Study (PIRLS)
tahun 2011 yang mengevaluasi kemampuan membaca akseptor didik kelas IV menempatkan Indonesia pada peringkat ke-45 dari 48 negara akseptor dengan skor 428, di bawah nilai rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, survei yang mengevaluasi kemampuan akseptor didik berusia 15 tahun dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) yang meliputi membaca, matematika, dan sains. Peserta didik Indonesia berpartisipasi dalam PISA 2009 dan
2012 yang keduanya diikuti oleh 65 negara peserta. Khusus dalam kemampuan membaca, Indonesia yang semula pada PISA 2009 berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), ternyata pada PISA 2012 peringkatnya menurun, yaitu berada di urutan ke-64 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496) (OECD, 2013). Data ini selaras dengan temuan UNESCO (2012) terkait kebiasaan membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat Indonesia yang membaca. Kondisi demikian ini terang memprihatinkan sebab kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi pemerolehan pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan perilaku akseptor didik.
Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan taktik khusus supaya kemampuan membaca akseptor didik sanggup meningkat dengan mengintegrasikan/menindaklanjuti jadwal sekolah dengan acara dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini untuk memastikan keberlanjutan intervensi acara literasi sekolah sebagai sebuah gerakan literasi sekolah (GLS) supaya
dampaknya sanggup dirasakan di masyarakat.
GLS dikembangkan menurut sembilan jadwal prioritas (Nawacita) yang terkait dengan kiprah dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8, dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan yaitu (5) meningkatkan kualitas hidup insan dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangun bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melaksanakan revolusi karakter bangsa; (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Empat butir Nawacita tersebut terkait dekat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya insan yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk sanggup membuatkan Nawacita, dibutuhkan pengembangan taktik pelaksanaan literasi di sekolah yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: a) sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang membuatkan warganya sebagai individu pembelajar; b) perlu mempunyai struktur kepemimpinan yang juga terkait dengan forum lain di atasnya, serta sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan c) memperlihatkan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas dan banyak sekali acara lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan tujuan pendidikan.
Dengan memperhatikan karakteristik sekolah sebagai sebuah organisasi akan mempermudah pelaksana jadwal untuk mengidentifikasi sasaran supaya perlakuan sanggup diberikan secara menyeluruh (whole school approach).

B. Landasan Filosofi dan Landasan Hukum

1. Landasan Filosofi

Sumpah Pemuda butir ketiga (3) menyatakan, “menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia yang mempunyai makna ratifikasi terhadap keberadaan ratusan bahasa tempat yang mempunyai hak hidup dan peluang penggunaan bahasa absurd sesuai dengan keperluannya.”

a. Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan nasional.
b. Konvensi PBB wacana Hak Anak pada tahun 1989 wacana pentingnya penggunaan bahasa ibu. Indonesia yang mempunyai bermacam-macam suku bangsa, khususnya mikrokultur-mikrokultur tertentu perlu difasilitasi dengan bahasa ibu ketika mereka memasuki pendidikan dasar kelas rendah (kelas I, II, III).
c. Konvensi PBB di Praha tahun 2003 wacana kecakapan literasi dasar dan kecakapan perpustakaan yang efektif merupakan kunci bagi masyarakat yang literat dalam menghadapi derasnya arus informasi teknologi. Lima komponen yang esensial dari literasi informasi itu yaitu basic literacy, library literacy, media literacy, technology literacy, dan visual literacy.

2. Landasan Hukum


a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 31, Ayat 3: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta adat mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem
Pendidikan Nasional.
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan.
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2009 wacana Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 wacana Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2014 wacana Pelaksanaan UU Nomor 43 Tahun 2007 wacana Perpustakaan.
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 wacana Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.
h. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007 wacana Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), SMP (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2015 wacana Penumbuhan Budi Pekerti.
j. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-2019.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menumbuhkembangkan akal pekerti akseptor didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah supaya mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.

2. Tujuan Khusus

a. Menumbuhkembangkan budaya literasi di sekolah.
b. Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah supaya literat.
c. Menjadikan sekolah sebagai taman berguru yang menyenangkan dan ramah anak supaya warga sekolah bisa mengelola pengetahuan.
d. Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan bermacam-macam buku bacaan dan mewadahi banyak sekali taktik membaca.

D. Sasaran

Sasaran gerakan literasi sekolah yaitu ekosistem sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Demikian goresan pena wacana

Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah pdf

Semoga bermanfaat dan salam sukses selalu!

0 Response to "Download Buku Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah Pdf"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel