Download Buku Tatakelola Teaching Factory Smk

Download Buku Tatakelola Pelaksanaan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan  Download Buku Tatakelola Teaching Factory SMK

Download Buku Tatakelola Pelaksanaan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)







Di Indonesia, penerapan konsep teaching factory telah diperkenalkan di SMK pada tahun 2000 dalam bentuk yang sangat sederhana yaitu berupa pengembangan unit produksi yang sudah dilaksanakan di SMK-SMK. Kemudian konsep tersebut berkembang pada tahun 2005 menjadi sebuah model pengembangan Sekolah Menengah kejuruan berbasis industri. Terdapat tiga bentuk dasar kategori pengembangan Sekolah Menengah kejuruan berbasis industri, yaitu: 1) Pengembangan Sekolah Menengah kejuruan berbasis industri sederhana; 2) Pengembangan Sekolah Menengah kejuruan berbasis industri yang berkembang dan; 3) Pengembangan Sekolah Menengah kejuruan berbasis industri yang berkembang dalam bentuk factory sebagai kawasan belajar. Kemudian selanjutnya pada awal tahun 2011 pengembangan Sekolah Menengah kejuruan dengan model yang ketiga, yaitu pengembangan Sekolah Menengah kejuruan berbasis industri yang berkembang dalam bentuk factory sebagai kawasan belajar, selanjutnya dikenal dengan teaching factory. Factory di sini hanyalah istilah dan bukan arti pabrik secara harafiah, namun dalam bentuk pembelajaran dilakukan pribadi di kawasan praktik tidak di dalam kelas, dan praktik yang dilakukan berorientasi pada produksi mirip di industri nyata. Penyelenggaraan model ini memadukan sepenuhnya antara mencar ilmu dan bekerja, tidak lagi memisahkan antara kawasan penyampaian teori dan praktik.

Pada tahun 2011, Direkorat Pembinaan Sekolah Menengah kejuruan bekerja sama dengan pemerintah Jerman melalui aktivitas Technical and Vocational Education and Training (TVET) menyebarkan konsep teaching factory. Awalnya konsep teaching factory mengadaptasi dari metode pembelajaran dual system yang telah usang diterapkan dalam pendidikan Technical and Vocational Education and Training (TVET) di negara Jerman dan Swiss. Metode pembelajaran dual system merupakan metode yang mengintegrasikan dua lingkungan utama dalam setiap kegiatan akseptor didik, yakni lingkungan sekolah dan lingkungan perusahaan (industri). Peserta didik tidak hanya melaksanakan kegiatan mencar ilmu di sekolah, tetapi juga melaksanakan praktik (kompetensi dasar) dan kerja (mengaplikasikan kompetensinya) di industri dalam jangka waktu yang relatif panjang. Secara fundamental, dual system bertujuan untuk menempatkan akseptor didik dalam situasi kasatmata di kawasan kerja secara menyeluruh. Dengan praktik yang demikian, akseptor didik tidak hanya memperoleh pengetahuan teoritis, tetapi juga bisa menerapkan praktik berbasis produksi sebagaimana diterapkan dalam kegiatan industri. Hal ini membuat akseptor didik memperoleh keterampilan, proses dan sikap yang sesuai dengan standar industri sehingga kompetensi pendidikan sesuai dengan kebutuhan industri.

Berikut yaitu tautan Download Buku Tatakelola Pelaksanaan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan SMK:


Download Buku Tatakelola Pelaksanaan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Berikut yaitu kutipan dari buku tersebut:



KATA PENGANTAR PLT. DIREKTUR PEMBINAAN Sekolah Menengah kejuruan .......................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
A. LATAR BELAKANG ................................................................................ B. DASAR HUKUM ...................................................................................... C. PENGERTIAN..........................................................................................
D. PRINSIP DASAR .....................................................................................

E. KOMPONEN-KOMPONEN UTAMA IMPLEMENTASI TEACHING FACTORY ........... 10

F. KONDISI IDEAL TEACHING FACTORY .......................................................... 13

G. ASPEK-ASPEK PENTING DALAM KONSEP TEACHING INDUSTRY .................... 14

BAB II ARAH IMPLEMENTASI ..................................................................... 19

A. MAKSUD ............................................................................................... 19
1. Sebagai jalan dalam membuat jembatan (interface) antara dunia pendidikan dan industri ................................................................ 19
2. Sebagai konsep didaktik untuk pengembangan soft skill .......... 19
3. Menyamakan persepsi dalam penerapan teaching factory........ 20
4. Sebagai panduan pendekatan awal penerapan konsep teachin factory..................................................................................................... 20
5. Mempunyai indikator kinerja implementasi teaching factory..... 20
6. Mengklarifikasi persepsi masyarakat perihal teaching factory 21

B. TUJUAN ................................................................................................ 21

C. HARAPAN .............................................................................................. 23

D. SASARAN .............................................................................................. 25
BAB III SISTEMATIKA TEACHING FACTORY ........................................... 27

A. PARAMETER TEACHING FACTORY.......................................................... 27

B. ANALISIS PENGEMBANGAN TEACHING FACTORY DI Sekolah Menengah kejuruan ....................... 36

C. PILAR UTAMA OPERASIONAL TEACHING FACTORY ................................. 37
1. Jadwal Blok ............................................................................... 37
2. Produk........................................................................................ 42
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................. 49
4. Jobsheet .................................................................................... 56
BAB IV MONITORING DAN EVALUASI .....................................................

A. INDIKATOR......................................................................................... B. RADAR CHART ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... LAMPIRAN - LAMPIRAN ........................................................................... LAMPIRAN 1 JOBSHEET LABORATORY................................................... LAMPIRAN 2 JOBSHEET JOB ORDER....................................................... LAMPIRAN 3 JOBSHEET PROJECT WORK ............................................... LAMPIRAN 4 IDEA PRODUCT ...................................................................
LAMPIRAN 5 CONTOH LAY OUT JADWAL BLOK ....................................

Pembelajaran teaching factory yaitu suatu konsep pembelajaran di Sekolah Menengah kejuruan berbasis produksi/jasa yang mengacu kepada standar dan mekanisme yang berlaku di industri, dan dilaksanakan dalam suasana mirip yang terjadi di industri. Hal ini sesuai karakteristik pendidikan kejuruan mirip yang disebutkan Herminarto Sofyan, dkk. yaitu: (1) mempersiapkan akseptor didik memasuki lapangan kerja; (2) didasarkan kebutuhan dunia kerja “demand-market-driven”; (3) penguasaan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja; (4) kesuksesan siswa pada “hands on” atau performa dunia kerja; (5) relasi erat dengan dunia kerja; (6) responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi; (7) learning by doing dan hands on experience; (8) memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dari pendidikan umum.
Konsep teaching factory merupakan menggabungkan mencar ilmu dan lingkungan kerja yang realistis dan memunculkan pengalaman mencar ilmu yang relevan. “Teaching factory concept as an approach that combines the learning and working environment from which realistic and relevant learning experiences arise” (Nayang Polytechnic, 2003). Lamancusa, Zayas, Soyster, Morell, dan Jorgensen (2008: 7), mengungkapkan bahwa konsep teaching factory ditemukan lantaran tiga hal, yaitu: (1) Pembelajaran yang biasa saja tidak cukup, (2) Keuntungan akseptor didik diperoleh dari pengalaman praktik secara langsung, dan (3) pengalaman pembelajaran berbasis team yang melibatkan siswa, staff pengajar dan partisifasi industri memperkaya proses pendidikan dan memperlihatkan manfaat yang kasatmata bagi semua pihak.

Paradigma pembelajaran teaching factory didasarkan pada tujuannya yang secara efektif mengintegrasikan kegiatan pendidikan, penelitian dan penemuan ke dalam satu konsep tunggal, yang melibatkan industri dan akademik. Pembelajaran teaching factory berfokus pada integrasi industri dan akademik melalui pendekatan terhadap kurikulum, pengajaran/pelatihan. Untuk lebih jelasnya sanggup dilihat mirip gambar berikut.

Pembelajaan teaching factory dibutuhkan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia perjuangan dan dunia industri (DUDI). Penyerapan tenaga kerja oleh institusi secara kualitatif masih terpaut jauh dari kapasitas daya tampung industri setiap tahunnya, meskipun celah angka jumlah lulusan (supply) dengan angka jumlah seruan (demand) tidak terlalu lebar. Permasalahan yang dihadapi oleh salah satunya yaitu kesenjangan capaian kompetensi para lulusan institusi pendidikan dan training kejuruan.
Teaching factory mengintegrasikan proses pembelajaran untuk menghasilkan produk maupun jasa yang layak jual untuk menghasilkan nilai tambah untuk sekolah (Direktorat Pembinaan SMK, 2008). Artinya, proses teaching factory sanggup menanamkan jiwa kewirausahaan bagi siswa. Melalui proses teaching factory menghasilkan produk barang dan jasa yang mempunyai nilai tambah dengan kualitas yang bisa diserap dan diterima oleh masyarakat. Menurut Moerdiyanto (2009), yang perlu diperhatikan dalam produksi barang dan jasa antara lain: (1) produk apa yang dibutuhkan di pasar, (2) mengapa produk tersebut dibeli, (3) siapa pembeli, (4) bagaimana proses pembelian, (5) bagaimana mutu dan penampilan produk, (6) bagaimana modelnya, (7) bagaimana merk-nya, bagaimana palayanan dan garansinya.

Dalam konsep sederhana teaching factory merupakan pengembangan dari pendidikan sistem ganda, yaitu Competence Based Training (CBT), dan Production Based Education and Training (PBET) yang dilaksanakan oleh SMK. Hal ini diubahsuaikan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Triatmoko (2009: 35), bahwa Sekolah Menengah kejuruan masih kesulitan untuk menerapkan pendidikan berbasis produksi. Oleh lantaran itu dimunculkan istilah teaching factory yang mengharuskan sekolah mempunyai kawasan untuk siswa melaksanakan pembelajaran praktik yang dirancang sedemikian rupa sehingga ibarat lingkungan kerja. Ciri yang dimiliki sekolah yang menjalankan teaching factory, yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki di sebuah sekolah 60-70% dipergunakan untuk kegiatan produksi, kegiatan bisnis yang dilakukan hanya operasional bisnis dan produksi, dan pendapatan yang dimiliki tersebut berbeda dengan ciri sekolah yang melaksanakan pendidikan berbasis produksi dimana 90% sarana dan prasarana yang dimiliki dipergunakan untuk kegiatan produksi, proses bisnis yang dilakukan lengkap dengan pendukung bisnis dan pendapatan yang dihasilkan bisa untuk menutup pembiayaan operasional sekaligus sebagai investasi (Triatmoko, 2009: 71).
Penyelenggaraan model teaching factory memadukan sepenuhnya antara mencar ilmu dan bekerja, tidak lagi memisahkan antara kawasan penyampaian materi teori dan kawasan materi produksi (praktik). Bentuk organisasi teaching factory memperlihatkan sifat dari perusahaan, tenaga pengajar merupakan kelompok profesional dalam bidang pendidikan yang dibutuhkan yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat atas produk dan jasa sesuai dengan kelompok SMK.

Prinsip Dasar

Prinsip dasar teaching factory di Sekolah Menengah kejuruan dalam melaksanakan aktivitas teaching factory adalah: (1) Adanya integrasi pengalaman dunia kerja ke dalam kurikulum SMK; (2) Semua peralatan dan materi serta pelaku pendidikan disusun dan dirancang untuk melaksanakan proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan produk (barang ataupun jasa); (3) Adanya perpaduan dari pembelajaran berbasis produksi dan pembelajaran kompetensi; (4) Dalam pembelajaran berbasis produksi, siswa Sekolah Menengah kejuruan harus terlibat pribadi dalam proses produksi, sehingga kompetensinya dibangun menurut kebutuhan produksi. Kapasitas produksi dan jenis produk menjadi kunci utama keberhasilan pelaksanaan pembelajaran berbasis produksi.

Teaching factory merupakan sebuah model kegiatan pembelajaran yang sangat efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa konsep teaching factory sanggup mengantarkan akseptor didik mencapai tahap kompeten, yakni suatu tahapan dimana akseptor didik pantas untuk diberikan kewenangan alasannya yaitu sudah dianggap mampu. Efisien berarti bahwa pembelajaran dengan model ini bersifat sangat operasional, memerlukan biaya yang murah (bahan tersedia) dan gampang untuk diimplementasikan. Beberapa nilai-nilai dasar yang harus dikembangkan untuk mendukung kesiapan implementasi teaching factory, meliputi: a) Sense of quality: memperlihatkan keterampilan dasar kepada akseptor didik yang berkaitan dengan standar objektif kualitas. b) Sense of efficiency: membekali akseptor didik dengan kemampuan untuk bekerja secara efisien guna membuat efisiensi kerja yang optimal dan mengukur tingkat produktivitas sebagaimana praktik yang umum dilakukan oleh industri. c) Sense of creativity and innovation: mengajarkan akseptor didik untuk bekerja secara kreatif dan inovatif, melatih kemampuan problem solving sebagai ukuran kreativitas, dan kemampuan untuk melihat peluang-peluang gres di industri mirip produk, desain, dan sebagainya.

Oleh lantaran berkaitan dengan proses produksi baik barang maupun jasa, maka implementasi teaching factory harus melibatkan tiga disiplin industri berikut ini: a) Disiplin waktu; memproduksi barang atau jasa dengan waktu yang dijanjikan atau yang ditargetkan. b) Disiplin mutu/kualitas; memproduksi barang atau jasa dengan kualitas yang dijanjikan, presisi dan sempurna komposisi, c) Disiplin prosedur; mengikuti mekanisme yang wajib dilalui, lantaran melewatkan salah satu mekanisme sanggup berakibat jelek terhadap hasil produksi atau kondisi mesin/peralatan.

Keberhasilan dari implementasi metode pembelajaran teaching factory secara sederhana sanggup dilihat dari dua indikator utama di antaranya:
1. Utilitas dan keberlanjutan penggunaan peralatan (dapat dilihat melalui penerapan sistem pembelajaran blok dan kontinyu).
2. Integrasi proses produksi atau layanan jasa ke dalam materi ajar.

Untuk mengambarkan pencapaian dua indikator tersebut, terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh institusi.

Komponen-komponen Utama Implementasi Teaching Factory

Komponen - komponen utama ekosistem dalam mengimplementasikan teaching factory yaitu sebagai berikut :
1. Peserta didik

Unsur ini menjelaskan bahwa mencar ilmu merupakan fokus utama dari penyelenggaraan kegiatan sekolah dan fokus dari kegiatan mencar ilmu yaitu membangun sikap/perilaku (yang merupakan bab terpenting dari karakter). Bagi akseptor didik, sikap dan sikap merupakan elemen yang penting dalam mempersiapkan diri memasuki dunia industri. Oleh lantaran itu, sekolah perlu menyebarkan pembelajaran yang meliputi hardskill dan softskill.
a. Motorik (Skill)

Kemampuan ini berkaitan dengan mutu atau kualitas dari hasil pekerjaan atau praktik yang dilakukan oleh akseptor didik. Melalui pengembangan kemampuan motorik, akseptor didik akan sanggup melaksanakan setiap pekerjaan atau praktik secara presisi. Kemampuan ini memaksa akseptor didik untuk mencapai batas standar atau kualitas yang telah ditetapkan, mirip pada produk mekanik pada gambar teknik tertulis “ fine- N6-0,02 > 50%” yang berarti tingkat kerataan produk harus mencapai standar ISO N6, yaitu penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil 0,8 m pada sampel sepanjang 0,8 mm dengan toleransi 0,02 dan produk harus lebih dari 50% sesuai dengan standart ISO yang ditetapkan. Tahapan ini mendorong akseptor didik untuk memperkuat sikap jujur dengan mengambarkan sendiri batas kesanggupan dalam melaksanakan praktik. Dengan demikian, melalui kemampuan motorik yang baik, akseptor didik akan menghasilkan produk yang mempunyai kualitas/mutu (cekatan, sigap, rapi, cepat, dan presisi).
b. Kognitif (Knowledge)

Kemampuan ini berkaitan dengan pengembangan pemikiran yang membangun kreativitas yang sanggup membuat inovasi. Dengan kemampuan kognitif yang baik, akseptor didik akan bisa melaksanakan proses penilaian dan menumbuhkan pemikiran yang penuh dengan penemuan atau hal-hal baru. Oleh lantaran itu, ranah kognitif akan memperkuat tumbuhnya pemikiran yang rasional, logis, dan teliti.

c. Afektif (Attitude)

Kemampuan afektif merupakan hasil yang dicapai apabila kemampuan motorik dan kemampuan kognitif telah berhasil ditanamkan pada akseptor d id ik . Kemampuan ini m enumbuhkan huruf integritas pada akseptor didik yang meliputi sikap disiplin, handal, terbuka, empati, kehati-hatian, mandiri, rajin, tumbuh jiwa
sosial, jiwa kepemimpinan, dan kewirausahaan.

2. Guru

kedua ini berkaitan dengan fungsi guru atau pelatih di institusi. Dalam hal ini, guru atau pelatih merupakan sumber daya utama yang menjadi tolak ukur bagi akseptor didik dalam mengimplementasikan pembelajaran yang diubahsuaikan dengan kebutuhan industri. Keteladanan guru cenderung akan ditiru oleh akseptor didik dan hal ini mempengaruhi afeksi akseptor didik. Dengan kata lain, akseptor didik menjadi imitator guru atau pelatih dalam kegiatan pembelajaran praktik. Oleh lantaran itu, dalam melaksanakan fungsinya, guru atau pelatih mempunyai peranan dan berkemampuan sebagai: (1) Pengajar, pendidik dan pembimbing; (2) Operator, mentor dan inspector; (3) Fasilitator, inisiator dan inspirator; serta (4) Role model.
3. Manajemen Sekolah

Manajemen sekolah merupakan unsur yang penting dalam implementasi teaching factory. Manajemen berperan sebagai stimulator atau pelopor kinerja institusi. Program penilaian kerja sekolah meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
a. Implementasi kurikuler disesuaikan, bahkan diupayakan melebihi kebutuhan pembelajaran.
b. Implementasi bisnis harus bersifat operasional, mengarah pada kesejahteraan dan re-investasi.
c. Program pengembangan sekolah harus meliputi kapasitas sekolah, jangkauan pengembangan, dan peningkatan sekolah.

Ketiga unsur penentu utama tersebut merupakan subjek utama dalam mendukung keberhasilan implementasi teaching factory. Dalam pelaksanaannya, ketiga unsur tersebut mengikuti ketentuan yang termuat dalam kurikulum nasional. Namun demikian, pelaksanaan dari kurikulum nasional tersebut memerlukan keselarasan dengan tuntutan perkembangan teknologi di masyarakat dan di lingkungan industri.

Demikian goresan pena perihal

Download Buku Tatakelola Pelaksanaan Teaching Factory Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Semoga bermanfaat dan salam sukses selalu!

0 Response to "Download Buku Tatakelola Teaching Factory Smk"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel