Uu Md3 Tahun 2018 Atau Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018
Download Undang-undang (UU) MD 3 Tahun 2018 Atau Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 pdf
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 secara resmi telah berlaku sebagai undang-undang terlepas dari banyak sekali macam opini yang berkembang luas di kalangan masyarakat. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 ihwal TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH ini juga dikenal dengan sebutan Undang-undang (UU) MD 3 yang memang merupakan singkatan atau akronim dari MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Undang-undang (UU) MD 3 Tahun 2018 Atau Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tersebut mempunyai pertimbangan sebagai berikut:
a. bahwa dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, diharapkan forum perwakilan rakyat yang bisa menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. bahwa untuk mewujudkan forum permusyawaratan rakyat, forum perwakilan rakyat, dan forum perwakilan kawasan sebagaimana dimaksud dalam aksara a, perlu menata Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ihwal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 ihwal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ihwal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tidak sesuai dengan dinamika dan perkembangan aturan dalam masyarakat sehingga perlu diubah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam aksara a, aksara b, dan aksara c, perlu membentuk Undang-Undang ihwal Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ihwal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berikut yaitu tautan Download Undang-undang (UU) MD 3 Tahun 2018 Atau Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 pdf
Download Undang-undang (UU) MD 3 Tahun 2018 Atau Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 pdf
Berikut yaitu kutipan dari ndang-undang (UU) MD 3 Tahun 2018 Atau Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tersebut:
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ihwal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 ihwal Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ihwal Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5650) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 15 ayat (1) diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 15
(1) Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 7 (tujuh) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR.
(2) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap.
(3) Bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna.
(4) Tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sanggup mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR.
(5) Pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR.
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan bunyi dan yang memperoleh bunyi terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR.
(7) Selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk memutuskan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan sementara MPR.
(8) Pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang berbeda.
(9) Pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR ihwal tata tertib.”
1. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 71
dewan perwakilan rakyat berwenang:
a. membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk menerima persetujuan bersama;
b. memperlihatkan persetujuan atau tidak memperlihatkan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang diajukan oleh Presiden untuk menjadi undang-undang;
c. membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden atau DPR;
d. membahas rancangan undang-undang yang diajukan DPD mengenai otonomi daerah, kekerabatan sentra dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan sentra dan daerah;
e. membahas bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan memperlihatkan persetujuan atas rancangan undang¬undang ihwal APBN yang diajukan oleh Presiden;
f. membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, kekerabatan sentra dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
g. memperlihatkan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang dan menciptakan perdamaian dengan negara lain;
h. memperlihatkan persetujuan atas perjanjian internasional tertentu yang menyebabkan akhir yang luas dan fundamental bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang;
i. memperlihatkan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan abolisi;
j. memperlihatkan pertimbangan kepada Presiden dalam hal mengangkat duta besar dan mendapatkan penempatan duta besar negara lain;
k. menentukan anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
l. memperlihatkan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial;
m. memperlihatkan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden; dan
n. menentukan 3 (tiga) orang hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk diresmikan dengan keputusan Presiden.”
1. Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 73
(1) dewan perwakilan rakyat dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memanggil setiap orang secara tertulis untuk hadir dalam rapat DPR.
(2) Setiap orang wajib memenuhi panggilan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir sesudah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, dewan perwakilan rakyat berhak melaksanakan panggilan paksa dengan memakai Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pimpinan dewan perwakilan rakyat mengajukan seruan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat setiap orang yang dipanggil paksa;
b. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memenuhi seruan sebagaimana dimaksud pada aksara a; dan
c. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili setiap orang yang dipanggil paksa untuk dihadirkan memenuhi panggilan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(1) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepolisian Negara Republik Indonesia sanggup menyandera setiap orang untuk paling usang 30 (tiga puluh) Hari.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
1. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 74
(1) dewan perwakilan rakyat dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, berhak memperlihatkan rekomendasi kepada setiap orang melalui prosedur rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, rapat panitia khusus, rapat panitia kerja, rapat tim pengawas, atau rapat tim lain yang dibuat oleh dewan perwakilan rakyat demi kepentingan bangsa dan negara.
(2) Setiap orang wajib menindaklanjuti rekomendasi dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal yang mengabaikan atau melaksanakan rekomendasi dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat negara atau pejabat Pemerintah, dewan perwakilan rakyat sanggup memakai hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota dewan perwakilan rakyat mengajukan pertanyaan.
(4) dewan perwakilan rakyat sanggup meminta Presiden untuk memperlihatkan hukuman administratif kepada pejabat negara yang berada dalam lingkup kekuasaan Presiden atau pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan rekomendasi DPR.
(5) Dalam hal yang mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tubuh hukum, warga negara, atau penduduk, dewan perwakilan rakyat sanggup meminta kepada instansi yang berwenang untuk memperlihatkan sanksi.”
1. Ketentuan Pasal 83 ayat (1) diubah sehingga Pasal 83 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 83
(1) Alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat terdiri atas:
a. pimpinan;
b. Badan Musyawarah;
c. komisi;
d. Badan Legislasi;
e. Badan Anggaran;
f. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara;
g. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen;
h. Mahkamah Kehormatan Dewan;
i. Badan Urusan Rumah Tangga;
j. panitia khusus; dan
k. alat kelengkapan lain yang diharapkan dan dibuat oleh rapat paripurna.
(1) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.
(2) Unit pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. tenaga administrasi; dan
b. tenaga ahli.
(1) Ketentuan mengenai rekrutmen tenaga manajemen dan tenaga andal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.”
1. Ketentuan Pasal 84 ayat (1) diubah sehingga Pasal 84 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 84
(1) Pimpinan dewan perwakilan rakyat terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 5 (lima) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPR.
(2) Pimpinan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota dewan perwakilan rakyat dalam satu paket yang bersifat tetap.
(3) Bakal calon pimpinan dewan perwakilan rakyat berasal dari fraksi dan disampaikan dalam rapat paripurna DPR.
(4) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sanggup mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan DPR.
(5) Pimpinan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
(6) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai, pimpinan dewan perwakilan rakyat dipilih dengan pemungutan bunyi dan yang memperoleh bunyi terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan dewan perwakilan rakyat dalam rapat paripurna DPR.
(7) Selama pimpinan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, sidang dewan perwakilan rakyat pertama kali untuk memutuskan pimpinan dewan perwakilan rakyat dipimpin oleh pimpinan sementara DPR.
(8) Pimpinan sementara dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berasal dari anggota dewan perwakilan rakyat yang tertua dan termuda dari fraksi yang berbeda.
(9) Pimpinan dewan perwakilan rakyat ditetapkan dengan keputusan DPR.
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan dewan perwakilan rakyat diatur dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.”
1. Ketentuan Pasal 105 ayat (1) diubah sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 105
(1) Badan Legislasi bertugas:
a. menyusun rancangan kegiatan legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR;
b. mengkoordinasikan penyusunan kegiatan legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan antara DPR, Pemerintah, dan DPD;
c. mengkoordinasikan penyusunan naskah akademik dan rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, dan adonan komisi;
d. menyiapkan dan menyusun rancangan undang-undang usul Badan Legislasi dan/atau Anggota Badan Legislasi berdasarkan kegiatan prioritas yang telah ditetapkan;
e. melaksanakan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau adonan komisi sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR;
f. memperlihatkan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau adonan komisi di luar prioritas rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam kegiatan legislasi nasional untuk dimasukkan ke dalam kegiatan legislasi nasional perubahan;
g. melaksanakan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah;
h. melaksanakan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang;
i. menyusun, melaksanakan evaluasi, dan penyempurnaan peraturan DPR;
j. mengikuti perkembangan dan melaksanakan penilaian terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
k. melaksanakan sosialisasi kegiatan legislasi nasional dan/atau Prolegnas perubahan;
l. menciptakan laporan kinerja dan inventarisasi problem di bidang perundang-undangan setiap simpulan tahun sidang untuk disampaikan kepada Pimpinan DPR; dan
m. menciptakan laporan kinerja dan inventarisasi problem di bidang perundang-undangan pada simpulan masa keanggotaan dewan perwakilan rakyat untuk sanggup dipakai oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
(1) Badan Legislasi menyusun rencana kerja dan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.”
1. Di antara Paragraf 5 dan Paragraf 6 disisipkan satu paragraf, yakni Paragraf 5A dan di antara Pasal 112 dan Pasal 113 disisipkan 7 (tujuh) pasal, yakni Pasal 112A, Pasal 112B, Pasal 112C, Pasal 112D, Pasal 112E, Pasal 112F, dan Pasal 112G, yang berbunyi sebagai berikut:
“Paragraf 5A
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara
Pasal 112A
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang selanjutnya disingkat BAKN, dibuat oleh dewan perwakilan rakyat dan merupakan alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat yang bersifat tetap.
Pasal 112B
(1) dewan perwakilan rakyat memutuskan susunan dan keanggotaan BAKN pada permulaan masa keanggotaan dewan perwakilan rakyat dan permulaan tahun sidang.
(2) Anggota BAKN berjumlah paling sedikit 7 (tujuh) orang dan paling banyak sesuai dengan jumlah fraksi yang ada di dewan perwakilan rakyat atas usul fraksi yang ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotaan dewan perwakilan rakyat dan permulaan tahun sidang.
Pasal 112C
(1) Pimpinan BAKN merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan BAKN terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua yang ditetapkan dari dan oleh anggota BAKN berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
(3) Penetapan pimpinan BAKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BAKN yang dipimpin oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat sesudah penetapan susunan dan keanggotaan BAKN.
Pasal 112D
(1) BAKN bertugas:
a. melaksanakan penelaahan terhadap temuan hasil investigasi BPK yang disampaikan kepada DPR;
b. memberikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam aksara a kepada komisi;
c. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil investigasi BPK atas seruan komisi; dan
d. memperlihatkan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja investigasi tahunan, kendala pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.
(1) Dalam melaksanakan kiprah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara c, BAKN sanggup meminta klarifikasi dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, forum negara lainnya, Bank Indonesia, tubuh perjuangan milik negara, tubuh layanan umum, tubuh perjuangan milik daerah, dan forum atau tubuh lain yang mengelola keuangan negara.
(2) BAKN sanggup mengusulkan kepada komisi biar BPK melaksanakan investigasi lanjutan.
(3) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara a, aksara b, dan aksara d disampaikan kepada pimpinan dewan perwakilan rakyat dalam rapat paripurna secara berkala.
Pasal 112E
Dalam melaksanakan kiprah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112D ayat (1), BAKN sanggup dibantu oleh akuntan, andal hukum, analis keuangan, dan/atau peneliti.
Pasal 112F
BAKN menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.
Pasal 112G
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang, dan prosedur kerja BAKN diatur dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.”
1. Ketentuan Pasal 121 ayat (2) diubah sehingga Pasal 121 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 121
(1) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
(2) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan proposal fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(3) Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sanggup mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan.
(4) Dalam hal pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan bunyi terbanyak.
(5) Pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat Mahkamah Kehormatan Dewan yang dipimpin oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat sesudah penetapan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan.
(6) Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPR.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan diatur dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.”
1. Di antara Pasal 121 dan Pasal 122 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 121A yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 121A
Mahkamah Kehormatan Dewan melaksanakan fungsi:
a. pencegahan dan pengawasan; dan
b. penindakan.”
1. Ketentuan Pasal 122 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 122
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121A, Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas:
a. melaksanakan pencegahan terjadinya pelanggaran Kode Etik;
b. melaksanakan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan anggota DPR;
c. melaksanakan pengawasan terhadap ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan sistem pendukung dewan perwakilan rakyat yang berkaitan dengan kiprah dan wewenang anggota DPR;
d. melaksanakan pemantapan nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila, peraturan perundang-undangan, dan Kode Etik;
e. melaksanakan penyelidikan kasus pelanggaran Kode Etik;
f. melaksanakan penyelidikan kasus pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan sistem pendukung DPR;
g. menilik dan mengadili kasus pelanggaran Kode Etik;
h. menilik dan mengadili kasus pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik sistem pendukung DPR, terkecuali sistem pendukung Pegawai Negeri Sipil;
i. menyelenggarakan manajemen kasus pelanggaran Kode Etik;
j. melaksanakan peninjauan kembali terhadap putusan kasus pelanggaran Kode Etik;
k. mengevaluasi pelaksanaan putusan kasus pelanggaran Kode Etik;
l. mengambil langkah aturan dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau tubuh aturan yang merendahkan kehormatan dewan perwakilan rakyat dan anggota DPR;
m. mengajukan rancangan peraturan dewan perwakilan rakyat mengenai instruksi etik dan tata beracara Mahkamah Kehormatan Dewan kepada Pimpinan dewan perwakilan rakyat dan Pimpinan dewan perwakilan rakyat selanjutnya menugaskan kepada alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat yang bertugas menyusun peraturan DPR; dan
n. menyusun rencana kerja dan anggaran setiap tahun sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada badan/panitia yang menyelenggarakan urusan rumah tangga DPR.”
1. Di antara Pasal 122 dan Pasal 123 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 122A dan Pasal 122B yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 122A
Dalam melaksanakan kiprah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122, Mahkamah Kehormatan Dewan berwenang:
a. melaksanakan kegiatan surat menyurat di internal DPR;
b. memperlihatkan imbauan kepada anggota dewan perwakilan rakyat untuk mematuhi Kode Etik;
c. memperlihatkan imbauan kepada sistem pendukung dewan perwakilan rakyat untuk mematuhi Kode Etik sistem pendukung DPR;
d. melaksanakan kolaborasi dengan forum lain untuk mengawasi ucapan, sikap, perilaku, dan tindakan anggota DPR;
e. menyelenggarakan sosialisasi peraturan dewan perwakilan rakyat mengenai instruksi etik DPR;
f. menyelenggarakan sosialisasi peraturan dewan perwakilan rakyat mengenai instruksi etik sistem pendukung DPR;
g. meminta data dan gosip dari forum lain dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran instruksi etik dewan perwakilan rakyat dan sistem pendukung DPR;
h. memanggil pihak terkait dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran instruksi etik DPR;
i. memanggil pihak terkait dalam rangka penyelesaian kasus pelanggaran instruksi etik sistem pendukung DPR;
j. menilik dan memutus kasus pelanggaran instruksi etik DPR;
k. menilik dan memutus kasus pelanggaran instruksi etik sistem pendukung DPR;
l. menghentikan penyelidikan kasus pelanggaran instruksi etik DPR;
m. menghentikan penyelidikan kasus pelanggaran instruksi etik sistem pendukung DPR;
n. memutus kasus peninjauan kembali terhadap putusan pelanggaran instruksi etik dewan perwakilan rakyat dan pelanggaran instruksi etik sistem pendukung DPR; dan
o. memperlihatkan rekomendasi kepada pimpinan aparatur sipil negara terkait pelanggaran Kode Etik sistem pendukung yang berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik anggota DPR.
Pasal 122B
Mahkamah Kehormatan Dewan dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, sanggup memberdayakan satuan kiprah pengamanan dalam Lembaga Perwakilan.”
1. Ketentuan Pasal 164 ayat (1) diubah sehingga Pasal 164 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 164
(1) Usul rancangan undang-undang sanggup diajukan oleh anggota DPR, komisi, adonan komisi, atau Badan Legislasi.
(2) Usul rancangan undang-undang disampaikan secara tertulis oleh anggota DPR, pimpinan komisi, atau pimpinan Badan Legislasi kepada pimpinan dewan perwakilan rakyat disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul.
(3) dewan perwakilan rakyat memutuskan usul rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rapat paripurna, berupa:
a. persetujuan;
b. persetujuan dengan pengubahan; atau
c. penolakan.
(1) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, dewan perwakilan rakyat menugasi komisi, Badan Legislasi, atau panitia khusus untuk menyempurnakan rancangan undang-undang tersebut.
(2) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh dewan perwakilan rakyat disampaikan dengan surat pimpinan dewan perwakilan rakyat kepada Presiden.”
1. Di antara Pasal 180 dan Pasal 181 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 180A yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 180A
Sebelum pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang ihwal APBN antara Badan Anggaran dan Pemerintah pada Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170, Badan Anggaran wajib mengkonsultasikan dan melaporkan hasil pembahasan atas Rancangan Undang-Undang ihwal APBN dalam rapat pimpinan DPR.”
2. Ketentuan Pasal 204 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 204
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia angket sanggup memanggil warga negara Indonesia dan/atau orang abnormal yang bertempat tinggal di Indonesia untuk dimintai keterangan.
(2) Warga negara Indonesia dan/atau orang abnormal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan panitia angket.
(3) Dalam hal warga negara Indonesia dan/atau orang abnormal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memenuhi panggilan sesudah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, panitia angket sanggup memanggil secara paksa dengan pinjaman Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(4) Bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas seruan pimpinan dewan perwakilan rakyat kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(5) Permintaan Pimpinan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pihak yang dipanggil paksa.
(6) Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memerintahkan Kepala Kepolisian Daerah di tempat domisili yang dipanggil paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7) Dalam hal menjalankan panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Kepolisian Negara Republik Indonesia sanggup menyandera tubuh aturan dan/atau warga masyarakat paling usang 15 (lima belas) Hari.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
1. Ketentuan Pasal 224 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 224
(1) Anggota dewan perwakilan rakyat tidak sanggup dituntut di depan pengadilan sebab pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara ekspresi maupun tertulis di dalam rapat dewan perwakilan rakyat ataupun di luar rapat dewan perwakilan rakyat yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan kiprah DPR.
(2) Anggota dewan perwakilan rakyat tidak sanggup dituntut di depan pengadilan sebab sikap, tindakan, kegiatan di dalam rapat dewan perwakilan rakyat ataupun di luar rapat dewan perwakilan rakyat yang semata-mata sebab hak dan kewenangan konstitusional dewan perwakilan rakyat dan/atau anggota DPR.
(3) Anggota dewan perwakilan rakyat tidak sanggup diganti antarwaktu sebab pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat dewan perwakilan rakyat maupun di luar rapat dewan perwakilan rakyat yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan kiprah DPR.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dinyatakan sebagai diam-diam negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
1. Pasal 245 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 245
(1) Pemanggilan dan seruan keterangan kepada anggota dewan perwakilan rakyat sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan kiprah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden sesudah menerima pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR:
a. ketahuan melaksanakan tindak pidana;
b. disangka melaksanakan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau
c. disangka melaksanakan tindak pidana khusus.”
1. Ketentuan Pasal 249 ayat (1) ditambah 1 (satu) huruf, yakni aksara j sehingga Pasal 249 berbunyi sebagai berikut:
”Pasal 249
(1) DPD mempunyai wewenang dan tugas:
a. mengajukan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, kekerabatan sentra dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan sentra dan kawasan kepada DPR;
b. ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam aksara a;
c. menyusun dan memberikan daftar inventaris problem rancangan undang-undang yang berasal dari dewan perwakilan rakyat atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana dimaksud dalam aksara a;
d. memperlihatkan pertimbangan kepada dewan perwakilan rakyat atas rancangan undang-undang ihwal APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
e. sanggup melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, kekerabatan sentra dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
f. memberikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, kekerabatan sentra dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada dewan perwakilan rakyat sebagai materi pertimbangan untuk ditindaklanjuti;
g. mendapatkan hasil investigasi atas keuangan negara dari BPK sebagai materi menciptakan pertimbangan kepada dewan perwakilan rakyat ihwal rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN;
h. memperlihatkan pertimbangan kepada dewan perwakilan rakyat dalam pemilihan anggota BPK;
i. menyusun kegiatan legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi daerah, kekerabatan sentra dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan sentra dan daerah; dan
j. melaksanakan pemantauan dan penilaian atas rancangan peraturan kawasan dan peraturan daerah.
(1) Dalam menjalankan kiprah pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) aksara e, anggota DPD sanggup melaksanakan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, dan unsur masyarakat di kawasan pemilihannya.”
1. Ketentuan Pasal 250 ayat (1) diubah sehingga Pasal 250 berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 250
(1) Dalam melaksanakan wewenang dan kiprah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, DPD mempunyai kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam kegiatan dan kegiatan yang disampaikan kepada Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam menyusun kegiatan dan kegiatan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD sanggup menyusun standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk dibahas bersama.
(3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah pengawasan Panitia Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) DPD memutuskan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPD dalam peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) DPD melaporkan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada publik dalam laporan kinerja tahunan.”
1. Ketentuan Pasal 260 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 260
(1) Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.
(2) Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan sementara DPD.
(3) Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas 1 (satu) orang ketua sementara dan 1 (satu) orang wakil ketua sementara yang merupakan anggota tertua dan anggota termuda usianya.
(4) Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, sebagai penggantinya yaitu anggota tertua dan/atau anggota termuda berikutnya.
(5) Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan keputusan DPD.
(6) Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur dalam peraturan DPD ihwal tata tertib.”
1. Di antara Pasal 413 dan Pasal 414 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 413A yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 413A
(1) Badan Keahlian dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat (2) dalam memperlihatkan dukungan pelaksanaan fungsi legislasi dewan perwakilan rakyat berkoordinasi dan bertanggung jawab kepada Badan Legislasi.
(2) Badan Keahlian dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat (2) dalam memperlihatkan dukungan pelaksanaan fungsi anggaran dewan perwakilan rakyat berkoordinasi dan bertanggung jawab kepada Badan Anggaran.
(3) Badan Keahlian dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 413 ayat (2) dalam memperlihatkan dukungan pelaksanaan fungsi pengawasan dewan perwakilan rakyat berkoordinasi dan bertanggung jawab kepada alat kelengkapan dewan yang melaksanakan fungsi pengawasan.”
1. Ketentuan Pasal 424 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 424
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling usang 6 (enam) bulan terhitung semenjak Undang-Undang ini diundangkan.”
2. Di antara Pasal 427 dan Pasal 428 disisipkan 5 (lima) pasal, yakni Pasal 427A, Pasal 427B, Pasal 427C, Pasal 427D, dan Pasal 427E yang berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 427A
Pada ketika Undang-Undang ini berlaku:
a. pimpinan MPR dan dewan perwakilan rakyat yang berasal dari fraksi yang sedang menjabat tetap melaksanakan tugasnya hingga berakhirnya periode keanggotaan MPR dan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum Tahun 2014;
b. penambahan dingklik pimpinan MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan pimpinan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 untuk jabatan wakil ketua; dan
c. penambahan wakil ketua MPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diberikan kepada partai yang memperoleh bunyi terbanyak di dewan perwakilan rakyat dalam pemilihan umum Tahun 2014 urutan ke-1 (satu), urutan ke-3 (tiga), serta urutan ke-6 (enam) dan penambahan wakil ketua dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 diberikan kepada partai yang memperoleh bunyi terbanyak di dewan perwakilan rakyat dalam pemilihan umum Tahun 2014 urutan ke-1 (satu).
Pasal 427B
(1) Ketentuan mengenai jumlah dan prosedur penetapan pimpinan MPR dan dewan perwakilan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 15, Pasal 84, dan Pasal 427A berlaku hingga berakhirnya masa keanggotaan MPR dan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum tahun 2014.
(2) Ketentuan mengenai jumlah dan prosedur penetapan pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT sebagaimana diatur dalam Pasal 97, Pasal 104, Pasal 109, Pasal 115, Pasal 121, dan Pasal 152 berlaku hingga berakhirnya masa keanggotaan dewan perwakilan rakyat hasil pemilihan umum tahun 2014.
Pasal 427C
(1) Susunan dan prosedur pemilihan pimpinan MPR masa keanggotaan MPR sesudah hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota MPR;
b. pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada aksara a dipilih dari dan oleh anggota MPR dalam satu paket yang bersifat tetap;
c. bakal calon pimpinan MPR berasal dari fraksi dan/atau kelompok anggota disampaikan di dalam sidang paripurna;
d. tiap fraksi dan kelompok anggota sebagaimana dimaksud pada aksara c sanggup mengajukan 1 (satu) orang bakal calon pimpinan MPR;
e. pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada aksara a dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna MPR;
f. dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada aksara e tidak tercapai, pimpinan MPR dipilih dengan pemungutan bunyi dan yang memperoleh bunyi terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan MPR dalam rapat paripurna MPR;
g. selama pimpinan MPR sebagaimana dimaksud pada aksara a belum terbentuk, sidang MPR pertama kali untuk memutuskan pimpinan MPR dipimpin oleh pimpinan sementara MPR;
h. pimpinan sementara MPR sebagaimana dimaksud pada aksara g berasal dari anggota MPR yang tertua dan termuda dari fraksi dan/atau kelompok anggota yang berbeda; dan
i. pimpinan MPR ditetapkan dengan keputusan MPR.
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan pimpinan MPR diatur dalam peraturan MPR ihwal tata tertib.
Pasal 427D
(1) Susunan dan prosedur penetapan pimpinan dewan perwakilan rakyat masa keanggotaan dewan perwakilan rakyat sesudah hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pimpinan dewan perwakilan rakyat terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan dingklik terbanyak di DPR;
b. ketua dewan perwakilan rakyat ialah anggota dewan perwakilan rakyat yang berasal dari partai politik yang memperoleh dingklik terbanyak pertama di DPR;
c. wakil Ketua dewan perwakilan rakyat ialah anggota dewan perwakilan rakyat yang berasal dari partai politik yang memperoleh dingklik terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima;
d. dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh dingklik terbanyak sama, ketua dan wakil ketua sebagaimana dimaksud pada aksara b dan aksara c ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan bunyi terbanyak dalam pemilihan umum; dan
e. dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh bunyi sama, ketua dan wakil ketua sebagaimana dimaksud pada aksara b dan aksara c ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara.
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penetapan pimpinan dewan perwakilan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.
Pasal 427E
(1) Susunan dan prosedur penetapan pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT masa keanggotaan dewan perwakilan rakyat sesudah hasil pemilihan umum tahun 2019 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial;
b. pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua, yang ditetapkan dari dan oleh anggota komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi; dan
c. penetapan pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT sebagaimana dimaksud pada aksara b dilakukan dalam rapat komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT yang dipimpin oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat sesudah penetapan susunan dan keanggotaan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT.
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penetapan pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan dewan perwakilan rakyat ihwal tata tertib.”
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Demikian goresan pena ihwal
0 Response to "Uu Md3 Tahun 2018 Atau Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018"
Posting Komentar